Daftar Isi
PPN 12 Persen: Kapan Mulai Berlaku?
PPN 12 Persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yaitu pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Saat ini, tarif PPN ada di angka 11 persen. Pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 11 persen mulai berlaku pada 1 April 2022, dan PPN 12 persen berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Per 10 Desember 2024, presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa PPN 12 persen akan diberlakukan khusus barang mewah terlebih dahulu.
PPN 12 Persen Hanya Untuk Barang Mewah?
Kamis (5/12/2024), Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun memberi keterangan bahwa PPN akan tetap naik mulai 1 Januari 2025. Hanya saja, tarif baru ini berlaku untuk barang mewah.
"Pemerintah hanya memberikan beban itu (PPN 12 persen) kepada konsumen pembeli barang mewah. Masyarakat kecil tetap kepada tarif PPN yang saat ini berlaku (11 persen)," kata Misbakhun di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, jika kenaikan PPN menjadi 12 persen akhirnya diterapkan hanya untuk barang mewah, nampaknya ini merupakan jalan tengah yang ditempuh oleh Presiden Prabowo Subianto. Meski begitu, jika kebijakan tersebut dijalankan, menurut Wijayanto tidak akan berdampak pada penerimaan negara dan daya beli masyarakat.
"Tetapi iklim perpajakan kita jadi makin rumit," ungkap Wijayanto kepada Kontan, Jumat (6/12/2024). Menurut Wijayanto lebih baik kenaikan PPN menjadi 12 persen ditunda saja daripada pemerintah hanya akan menyasar barang mewah. Ia mengatakan kenaikan tarif PPN lebih baik dilakukan saat daya beli masyarakat mulai membaik pada pertengahan tahun 2025 atau awal tahun 2026. "Masalahnya, amanah UU adalah PPN jadi 12 persen, lebih baik PPnBM dinaikkan, tetapi kenaikan PPN 12 persen ditunda," ujarnya.
Kenapa PPN Naik Jadi 12 Persen?
Mengutip kantor berita ANTARA, ada tiga alasan kenapa PPN dinaikkan pada tahun 2022 dan 2025. Pertama, untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama pasca pandemi COVID-19.
Kedua, untuk mengurangi penggunaan utang luar negeri dan menurunkan defisit anggaran. Ketiga, menyesuaikan dengan rata-rata PPN di seluruh dunia, terutama negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang punya tarif PPN sebesar 15 persen.
Dikutip dari detikFinance, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan strategi pemerintah ke depan bukanlah mengerek PPN, tetapi penghasilan pajak.
"Pertama, strategi ke depan adalah bukan kerek PPN, tapi kerek penghasilan pajak," terangnya saat ditemui di Kolese Kanisius, Sabtu (11/5/2024).
Untuk mengoptimalkan sistem pajak ini, pemerintah sedang menggarap Core Tax Administration System (CTAS). CTAS adalah teknologi informasi yang akan mendukung pelaksanaan tugas Ditjen Pajak Kemenkeu dalam automasi proses bisnis, seperti pemrosesan surat pemberitahuan, dokumen perpajakan, pembayaran pajak, hingga penagihan. Dengan diterapkannya sistem pajak yang canggih, pendapatan dari pajak diharapkan dapat lebih optimal.
Dampak Kenaikan PPN 12 Persen Untuk Masyarakat
Akademisi dan ekonom punya opini berbeda tentang dampak kenaikan PPN 12 persen. Dilansir Kompas (18/11/2024), Kajian ”Indonesia Economic Outlook 2025” oleh Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) yang dirilis awal November 2024 menunjukkan, kinerja penerimaan PPN dalam satu dekade terakhir sesungguhnya tidak begitu optimal.
Data menunjukkan, realisasi penerimaan PPN selama ini juga tidak sebanding dengan potensi semestinya. Hal ini diukur berdasarkan analisis rasio penerimaan PPN (_VAT revenue ratio/_VRR). Tahun 2023, setelah kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, rasio pendapatan negara dari PPN yang tercatat adalah 57,1 persen, lebih rendah dari periode sebelumnya.
Berdasarkan data ini, sebagian akademisi menganggap kenaikan tarif PPN tidak efektif menaikkan pemasukan. Saat pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 ke 11 persen tahun 2022, porsi PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap pendapatan domestik justru menurun dari 27,6 persen (2020), 27,5 persen (2021), menjadi 26,1 persen (2022).
Berdasarkan data historis tersebut, keputusan pemerintah menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025 belum tentu bisa menaikkan penerimaan negara secara signifikan.
”Naik pasti naik, tetapi belum tentu signifikan. Di sisi lain, kenaikan tarif ini justru berpotensi membuat sektor informal semakin menjadi-jadi,” ujar peneliti LPEM FEB UI, Teuku Riefky, Minggu (17/11/2024).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal merekomendasikan penundaan terhadap kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, guna mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Ditunda mestinya, jadi it's not a good timing. Itu kalau kita berbicara masalah mengatasi kesenjangan ekonomi pada saat sekarang, dan juga target pertumbuhan ekonomi, karena target pertumbuhan ekonominya mau lebih tinggi kan," ujar Faisal di Jakarta, Selasa, 19 November 2024.
Faisal menjelaskan produk barang jadi seperti elektronik, perlengkapan rumah tangga, furnitur akan mengalami penurunan pembelian saat dikenakan PPN 12 persen. Barang-barang tersebut, kata Faisal, lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat dari kelas menengah, yang total nilai konsumsinya mencapai 84 persen.
Ekonom Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda mengatakan penerapan PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dia berharap pemerintah dapat membatalkan kebijakan PPN 12 persen pada tahun depan. Seharusnya, pemerintah memberikan insentif berupa subsidi konsumsi bagi kelas menengah. “Jika diterapkan (kenaikan tarif PPN) akan meningkatkan kerentanan konsumsi rumah tangga. Dalam jangka pendek bisa mengganggu perekonomian secara makro,” tutur Huda.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan bahwa Apindo dalam posisi kontra terhadap wacana kenaikan PPN 12 persen. Shinta menuturkan penolakan tersebut berlandaskan kekhawatiran penurunan konsumsi masyarakat.
“Implementasi kebijakan PPN pada saat seperti ini justru berisiko menekan konsumsi domestik,” kata Shinta seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jumat, 22 November 2024.
Kalangan pengusaha meminta pemerintah mengkaji lebih komprehensif lagi kebijakan tersebut. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mengatakan, keputusan menaikkan tarif PPN itu sebenarnya tidak masalah jika kondisi ekonomi sedang normal, kondusif, dan produktif. Masalahnya, belakangan ini, kondisi ekonomi sedang tidak menentu.
”Kita harus melihat realitas daya beli masyarakat kita yang belum sepenuhnya pulih. Kalau ini terlalu dipaksakan, ini akan memengaruhi semuanya, dari harga produksi sampai harga barang dan jasa. Kalau kenaikan harga ini diiringi daya beli konsumen yang lemah, ini tentu jadi tantangan bagi dunia usaha,” kata Sarman.
Berbagai indikator menunjukkan, daya beli masyarakat sedang tertekan. Hal itu tecermin lewat data pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang selama empat triwulan berturut-turut telah tumbuh di bawah 5 persen. Secara beruntun, 4,47 persen pada triwulan IV-2023, 4,91 persen pada triwulan I-2024, 4,93 persen pada triwulan II-2024, dan 4,91 persen pada triwulan III-2024.
Daya beli masyarakat yang lesu itu telah berdampak pada turunnya permintaan dan penjualan berbagai sektor usaha dalam beberapa waktu terakhir. Kinerja industri manufaktur, sebagaimana terlihat dari data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur, juga telah terkontraksi selama empat bulan berturut-turut sejak Juli-Oktober 2024.
Serikat Usaha Muhammadiyah (Sumu) juga meminta kenaikan PPN yang efektif mulai tahun 2025 itu sebaiknya dibatalkan. Menurut Sekretaris Jenderal Sumu Ghufron Mustaqim, saat ini umumnya perusahaan, banyak di antaranya UMKM, sedang berjuang untuk bertahan (survive) di tengah turunnya daya beli masyarakat. Tidak sedikit pula yang mengurangi jumlah karyawan atau bahkan bangkrut.
"Kenaikan PPN tersebut secara langsung akan membebani masyarakat, karena menyasar barang-barang kebutuhan pokok. Kalau keputusan menaikkan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai harga sabun mandi sampai bahan bakar minyak (BBM) akan ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup," bunyi cuitan akun itu.
Penolakan juga disuarakan oleh golongan pekerja. Partai Buruh, yang mengusung massa kelas pekerja, menolak wacana PPN 12 persen dan menyatakan akan melakukan mogok massal bila kenaikan PPN tidak segera dibatalkan.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1 persen hingga 3 persen tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat,” ujar Presiden Partai Buruh, Said Iqbal lewat keterangan tertulis.
Dampak Kenaikan PPN 12 Persen Untuk Industri
Industri importir barang mewah seperti mobil, tas, dan berbagai produk lainnya yang terkena Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) akan terpengaruh dengan kenaikan ini. Artinya, jumlah PPN yang dibayar akan naik dari 11 persen ke 12 persen.
Barang-barang yang Dikenakan PPN 12 Persen
Berikut ini beberapa jenis barang yang rencananya akan terkena kenaikan PPN 12 persen:
- tas
- pakaian
- sepatu
- produk otomotif
- alat elektronik
- pulsa telekomunikasi
- perkakas
- Produk kecantikan dan kosmetik
- Jasa layanan streaming musik dan film.
Barang-barang yang Tidak Kena PPN 12 Persen
Berikut ini beberapa jenis barang yang dikecualikan dari kenaikan PPN 12 persen:
- Barang kebutuhan pokok
- Jasa pendidikan
- Jasa kesehatan
- Jasa pelayanan sosial
- Jasa transportasi umum
- Jasa tenaga kerja
- Beberapa kegiatan ekspor
Sumber:
Kompas - Apa Dampak Kenaikan PPN Jadi 12 Persen
Tempo - Petisi Tolak PPN 12 Persen Menguat
Tempo - Fakta-fakta Kenaikan PPN 12 Persen
Detik - Alasan Pemerintah Naikkan PPN
Metro TV News - Ini Daftar Barang dan Jasa yang Kena PPN 12 Persen