Panduan Lengkap Memahami Peraturan Kawasan Berikat Terbaru

Updated on June 10, 2025
Sindhu Partomo
Panduan Lengkap Memahami Peraturan Kawasan Berikat Terbaru

Daftar Isi


Kawasan Berikat (KB) merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal dan ekonomi yang vital bagi Indonesia. Dengan berbagai fasilitas kepabeanan dan perpajakan yang ditawarkan, Kawasan Berikat dirancang untuk mendorong investasi, meningkatkan volume ekspor, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Seiring dengan dinamika ekonomi global dan kebutuhan untuk terus meningkatkan daya saing industri dalam negeri, regulasi terkait Kawasan Berikat pun mengalami berbagai penyesuaian dan pembaruan. Memahami seluk-beluk peraturan terkini menjadi kunci bagi para pelaku usaha agar dapat memanfaatkan fasilitas yang ada secara optimal sekaligus memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Artikel ini bertujuan untuk menyajikan panduan komprehensif mengenai peraturan Kawasan Berikat terbaru, mengupas tuntas berbagai aspek mulai dari definisi, aturan pajak, perubahan signifikan dalam regulasi, hingga prosedur pengajuan dan pengelolaannya.

Apa Itu Kawasan Berikat?

Untuk memahami esensi peraturan Kawasan Berikat, penting untuk terlebih dahulu mengerti definisi, tujuan, dan karakteristik dari Kawasan Berikat itu sendiri.

Definisi Berdasarkan UU Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 (PMK 131/2018), Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat (TPB) untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean (TLDDP) guna diolah atau digabungkan, yang hasil produksinya terutama ditujukan untuk diekspor. Secara yuridis, Kawasan Berikat merupakan bagian dari kawasan pabean Indonesia dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pengawasan ini dilakukan melalui pemeriksaan pabean dengan tetap berupaya menjamin kelancaran arus barang.

Tujuan dan Karakteristik Kawasan Berikat

Pendirian Kawasan Berikat dilandasi oleh beberapa tujuan strategis, antara lain untuk mendorong kegiatan ekspor, menarik investasi (baik asing maupun domestik), meningkatkan daya saing industri nasional, serta melakukan diversifikasi ekonomi. Dengan adanya fasilitas ini, diharapkan produk-produk Indonesia mampu bersaing lebih baik di pasar global.

Karakteristik utama Kawasan Berikat meliputi:

  • Lokasi Spesifik: Harus berada di lokasi yang dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti kemas, serta memiliki batas-batas yang jelas.
  • Pengawasan Pabean: Seluruh aktivitas pemasukan dan pengeluaran barang di dan dari Kawasan Berikat berada di bawah pengawasan intensif DJBC.
  • Fasilitas Khusus: Diberikan serangkaian fasilitas di bidang kepabeanan (seperti penangguhan Bea Masuk), cukai (pembebasan Cukai untuk barang tertentu), dan perpajakan (misalnya PPN dan PPnBM tidak dipungut).

Jenis Kegiatan yang Diizinkan

Kegiatan utama yang dapat dilakukan di dalam Kawasan Berikat meliputi:

  • Menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari TLDDP.
  • Mengolah atau menggabungkan barang-barang tersebut.
  • Hasil produksinya terutama untuk diekspor atau dapat juga diimpor untuk dipakai di dalam negeri dengan memenuhi ketentuan tertentu. Selain itu, kegiatan penunjang seperti desain produk, rekayasa, sortasi, pemeriksaan, dan pengepakan juga dapat dilakukan.

Aturan Pajak Kawasan Berikat yang Harus Dipahami

Pemahaman terhadap aturan perpajakan menjadi krusial bagi operasional perusahaan di Kawasan Berikat.

Gambaran Umum Regulasi Kunci

Regulasi utama yang mengatur Kawasan Berikat dan aspek perpajakannya meliputi:

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (PMK 131/2018): Merupakan landasan hukum utama yang mengatur pendirian, penyelenggaraan, pengusahaan, fasilitas, serta kewajiban di Kawasan Berikat.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 tentang Perubahan atas PMK 131/PMK.04/2018 (PMK 65/2021): Memperkenalkan beberapa perubahan dan penyesuaian penting terhadap PMK 131/2018, terutama terkait perlakuan PPN dan PDRI untuk barang milik subjek pajak luar negeri, serta penyesuaian kewajiban lainnya.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 (PP 49/2022): Mengatur tentang jenis Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu yang bersifat strategis yang atas impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut PPN, yang relevan untuk beberapa transaksi di Kawasan Berikat.
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-3/PJ/2024 (SE-3/PJ/2024): Memberikan petunjuk pelaksanaan detail mengenai pembuatan Faktur Pajak atas penyerahan BKP dari TLDDP ke Kawasan Berikat, khususnya terkait syarat perolehan fasilitas PPN tidak dipungut.

Fasilitas PPN (PPN Tidak Dipungut)

Salah satu insentif utama di Kawasan Berikat adalah fasilitas PPN tidak dipungut. Fasilitas ini berlaku untuk:

  • Pemasukan barang dari luar daerah pabean ke Kawasan Berikat: Diberikan penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai (untuk barang kena cukai tertentu), dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), termasuk PPN Impor. Ini berlaku untuk barang seperti bahan baku, bahan penolong, barang modal, dan peralatan pabrik yang akan digunakan dalam proses produksi.
  • Pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), Tempat Penimbunan Berikat (TPB) lainnya, Kawasan Bebas, atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ke Kawasan Berikat: PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, dengan syarat barang tersebut akan diolah lebih lanjut atau digabungkan dalam proses produksi di Kawasan Berikat.
  • Untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atas penyerahan BKP dari TLDDP ke Kawasan Berikat, Pengusaha di Kawasan Berikat (pembeli) umumnya harus telah memiliki Surat Persetujuan Pemasukan Barang (SPPB) atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) sebelum Faktur Pajak dibuat atau seharusnya dibuat oleh PKP Penjual. Jika syarat ini terpenuhi, PKP Penjual menerbitkan Faktur Pajak dengan kode transaksi 07. Jika tidak, PPN terutang dan dipungut seperti biasa.
  • Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut tetap dapat dikreditkan oleh PKP Penjual.

Perlakuan Pajak atas Pengeluaran Barang dari Kawasan Berikat

Perlakuan PPN atas pengeluaran barang dari Kawasan Berikat berbeda-beda tergantung tujuannya:

  • Pengeluaran ke TLDDP (Impor untuk Dipakai):
    • Untuk barang yang berasal dari impor (luar daerah pabean): Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) atau Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) wajib melunasi Bea Masuk, Cukai (jika terutang), PDRI, dan/atau PPN atau PPN dan PPnBM yang fasilitasnya telah diterima saat pemasukan. PDRI yang dilunasi dapat dikreditkan, kecuali untuk barang milik subjek pajak luar negeri.
    • Untuk barang yang berasal dari TLDDP: PKB atau PDKB wajib melunasi PPN atau PPN dan PPnBM yang pada saat pemasukannya tidak dipungut. PPN yang dilunasi ini dapat dikreditkan, kecuali untuk barang milik subjek pajak luar negeri.
    • PKB atau PDKB yang melakukan penyerahan BKP ke TLDDP juga wajib menerbitkan Faktur Pajak dan memungut PPN dari pembeli di TLDDP.
  • Pengeluaran untuk Tujuan Ekspor: Dikenakan PPN dengan tarif 0%.
  • Pengeluaran ke Kawasan Berikat Lainnya atau Fasilitas Serupa (misalnya KEK): Umumnya PPN tidak dipungut jika barang tersebut akan diolah lebih lanjut di tempat tujuan.
  • Pengeluaran Sisa Pengemas dan Limbah: Dapat dikecualikan dari kewajiban membayar Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan PPN dengan syarat tertentu.
  • Pengeluaran Barang Modal:
    • Barang modal asal impor yang telah digunakan di Kawasan Berikat lebih dari 4 tahun dapat dibebaskan dari Bea Masuk terutang saat dikeluarkan ke TLDDP.
    • Barang modal asal TLDDP yang PPN-nya tidak dipungut saat pemasukan, jika dikeluarkan ke TLDDP setelah digunakan lebih dari 4 tahun, dibebaskan dari kewajiban pelunasan PPN yang semula tidak dipungut tersebut.

Tanggung Jawab Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) dan Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB)

PKB dan PDKB memiliki tanggung jawab sebagai berikut:

  • Bertanggung jawab atas Bea Masuk dan/atau Cukai, serta PDRI yang terutang atas barang impor yang berada atau seharusnya berada di Kawasan Berikat.
  • Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang sistematis.
  • Melakukan pencacahan barang (stock opname) minimal sekali setahun dan melaporkannya ke Kantor Pabean.
  • Menyediakan sarana dan prasarana teknologi informasi untuk pengelolaan barang dan pertukaran data elektronik dengan sistem DJBC dan DJP.
  • Menyampaikan laporan dampak ekonomi dari pemberian fasilitas Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Pabean minimal setahun sekali (berdasarkan PMK 65/2021).
  • Mematuhi seluruh ketentuan terkait PPN tidak dipungut dan mengadministrasikannya dengan benar. Jika tidak, PPN yang seharusnya tidak dipungut tidak dapat dikreditkan.

Perubahan dan Pembaruan Aturan Kawasan Berikat

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 (PMK 65/2021) membawa sejumlah perubahan signifikan terhadap PMK 131/2018. Tujuan utama perubahan ini adalah untuk lebih meningkatkan daya saing industri dalam negeri, menjaga iklim investasi, serta mendukung program pemulihan ekonomi nasional.

Poin-Poin Utama Perubahan dalam PMK 65/2021

Beberapa poin penting perubahan yang diperkenalkan oleh PMK 65/2021 antara lain:

  1. Perlakuan PPN dan PDRI untuk Barang Milik Subjek Pajak Luar Negeri: PMK 65/2021 mengatur secara lebih detail perlakuan atas barang milik subjek pajak luar negeri yang dimasukkan ke Kawasan Berikat untuk diolah dan kemudian diekspor atau dikeluarkan ke TLDDP. Ini mencakup ketentuan fasilitas saat pemasukan dan kewajiban saat pengeluaran. Misalnya, PDRI dan/atau PPN atau PPnBM yang dilunasi atas pengeluaran barang milik subjek pajak luar negeri ke TLDDP tidak dapat dikreditkan.
  2. Penyesuaian Kewajiban PKB/PDKB:
    • Laporan Dampak Ekonomi: Diwajibkan menyampaikan laporan dampak ekonomi dari fasilitas KB yang diterima, mencakup nilai fasilitas fiskal, nilai investasi, jumlah tenaga kerja, dan nilai penjualan hasil produksi, minimal setahun sekali.
    • Penyimpanan Dokumen: Kewajiban menyimpan buku, catatan, dan dokumen terkait pemasukan barang ke KB selama 10 tahun.
  3. Faktur Pajak:
    • PKP yang menyerahkan barang ke KB wajib membuat Faktur Pajak yang dibuktikan dengan dokumen persetujuan pemasukan barang ke KB sebelum menerbitkan Faktur Pajak.
    • Dilarang menggunakan Faktur Pajak gabungan untuk penyerahan ke KB.
    • Faktur Pajak harus diberi keterangan bahwa PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.
    • Jika ketentuan PPN tidak dipungut tidak dipenuhi, maka PPN yang seharusnya tidak dipungut tersebut tidak dapat dikreditkan.
  4. Pengeluaran Barang Modal Asal TLDDP: Barang modal asal TLDDP yang PPN atas pemasukannya tidak dipungut, jika dikeluarkan ke TLDDP setelah digunakan di Kawasan Berikat lebih dari 4 tahun, dibebaskan dari kewajiban pelunasan PPN yang semula tidak dipungut tersebut.
  5. Pemusatan PPN: Mengatur ketentuan terkait PKB atau PDKB yang melakukan pemusatan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM.
  6. Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee): PKB atau PDKB dengan profil risiko rendah dapat menggunakan jaminan perusahaan sebagai jaminan yang diserahkan untuk pemenuhan ketentuan Kawasan Berikat.

Dampak Perubahan bagi Pelaku Usaha

Perubahan-perubahan ini membawa beberapa dampak bagi pelaku usaha di Kawasan Berikat:

  • Peningkatan Kepastian Hukum: Dengan adanya pengaturan yang lebih detail, terutama untuk skenario seperti barang milik subjek pajak luar negeri, diharapkan memberikan kepastian hukum yang lebih baik.
  • Potensi Efisiensi Baru: Pembebasan PPN atas pengeluaran barang modal asal TLDDP setelah 4 tahun penggunaan memberikan potensi efisiensi biaya.
  • Penyesuaian Administratif: Adanya kewajiban baru seperti laporan dampak ekonomi dan penyesuaian prosedur terkait Faktur Pajak memerlukan adaptasi sistem dan administrasi internal perusahaan.
  • Pengawasan yang Lebih Terstruktur: Ketentuan yang lebih rinci juga mengindikasikan upaya pengawasan yang lebih terstruktur dari otoritas.

Prosedur Pengajuan dan Pengelolaan Kawasan Berikat

Memahami prosedur pengajuan izin dan kewajiban pengelolaan Kawasan Berikat adalah esensial bagi perusahaan yang ingin memanfaatkan fasilitas ini.

Persyaratan Pendirian Kawasan Berikat (Penyelenggara dan Pengusaha)

Untuk dapat ditetapkan sebagai Kawasan Berikat, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi baik oleh Penyelenggara Kawasan Berikat (pihak yang menyediakan dan mengelola kawasan) maupun Pengusaha Kawasan Berikat/PDKB (pihak yang melakukan kegiatan pengusahaan di dalam KB).

  • Badan Hukum: Penyelenggara KB, Pengusaha KB, atau PDKB harus berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
  • Lokasi:
    • Harus berlokasi di kawasan industri; atau
    • Jika tidak ada kawasan industri, dapat berlokasi di kawasan budidaya yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
    • Untuk lokasi di kawasan budidaya, luas minimum umumnya 10.000 meter persegi dalam satu hamparan.
  • Aksesibilitas: Lokasi harus dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti kemas.
  • Batas yang Jelas: Memiliki batas-batas yang jelas, dilengkapi peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah.
  • Perizinan Dasar: Telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  • Pemaparan Proses Bisnis: Calon Penyelenggara KB, Pengusaha KB, atau PDKB harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.

Proses Permohonan Izin

Permohonan untuk mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai.

  • Izin Penyelenggara Kawasan Berikat: Diatur dalam Pasal 7 PMK 131/2018.
  • Izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB: Diatur dalam Pasal 8 PMK 131/2018.
  • Masa Berlaku Izin:
    • Jika Kawasan Berikat berada di kawasan industri, izin umumnya berlaku sampai dengan izin usaha industri dari instansi terkait dan/atau izin Kawasan Berikat dicabut.
    • Jika berada di kawasan budidaya, penetapan tempat sebagai KB dan izin Penyelenggara KB diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang. Izin Pengusaha KB dan PDKB diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 tahun dan dapat diperpanjang.

Kewajiban Pelaporan dan Pengawasan

Operasional Kawasan Berikat berada di bawah pengawasan ketat DJBC. Beberapa kewajiban terkait pelaporan dan pengawasan meliputi:

  • Penyelenggaraan Pembukuan: Wajib menyelenggarakan pembukuan yang terkait dengan kegiatan pemasukan, pengolahan, dan pengeluaran barang.
  • Sistem IT: Wajib mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang serta menyediakan sarana untuk pertukaran data secara elektronik dengan sistem DJBC dan DJP.
  • Pencacahan Barang (Stock Opname): Wajib melakukan stock opname terhadap barang-barang yang mendapat fasilitas minimal satu kali dalam setahun dan menyampaikan laporannya kepada Kantor Pabean.
  • Audit: Siap untuk diaudit oleh DJBC dan/atau DJP.
  • Laporan Dampak Ekonomi: Menyampaikan laporan dampak ekonomi fasilitas KB (sebagaimana diatur dalam PMK 65/2021).
  • Pelayanan Mandiri: PKB atau PDKB dengan profil risiko rendah dapat ditetapkan untuk melakukan pelayanan mandiri atas kegiatan operasional tertentu (misalnya pelekatan segel, pelayanan pemasukan/pengeluaran barang) dan wajib melaporkan pelaksanaannya melalui Sistem Komputer Pelayanan (SKP) DJBC.

Pembekuan dan Pencabutan Izin

Izin Kawasan Berikat dapat dibekukan atau dicabut jika terjadi pelanggaran atau ketidakpatuhan.

  • Alasan Pembekuan/Pencabutan: Dapat disebabkan oleh kegiatan yang menyimpang dari izin, ketidakmampuan dalam menyelenggarakan dan/atau mengusahakan KB, tidak melakukan kegiatan selama 6 bulan berturut-turut, tidak melunasi utang kepabeanan dan cukai, atau tidak melaksanakan kewajiban lainnya.
  • Konsekuensi Pembekuan Penyelenggara: Jika izin Penyelenggara Kawasan Berikat dibekukan, maka izin Pengusaha Kawasan Berikat yang berada di dalamnya juga dibekukan. PDKB juga dapat dibekukan jika pembekuan Penyelenggara melebihi jangka waktu tertentu.
  • Konsekuensi Pencabutan Izin Penyelenggara: Jika izin Penyelenggara Kawasan Berikat dicabut, PDKB yang berada di lokasi tersebut dapat mengajukan permohonan pindah lokasi ke Penyelenggara Kawasan Berikat lain atau mengajukan permohonan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat di lokasi yang izinnya dicabut tersebut.
  • Tata cara lebih lanjut mengenai pembekuan dan pencabutan izin diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Kesimpulan

Memahami peraturan Kawasan Berikat terbaru, termasuk perubahan signifikan yang dibawa oleh PMK 65/PMK.04/2021, adalah suatu keharusan bagi setiap pelaku usaha yang beroperasi atau berencana untuk beroperasi di Kawasan Berikat. Fasilitas yang ditawarkan memang sangat menarik untuk meningkatkan efisiensi biaya, memperbaiki arus kas, dan mendongkrak daya saing. Namun, pemanfaatan fasilitas ini harus diimbangi dengan kepatuhan yang tinggi terhadap seluruh regulasi kepabeanan dan perpajakan yang berlaku.

Kawasan Berikat terus memegang peranan strategis dalam perekonomian nasional, sebagai salah satu motor penggerak investasi dan ekspor. Keberhasilan implementasi kebijakan Kawasan Berikat sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah sebagai regulator dan pengawas, dengan para pelaku usaha sebagai pihak yang memanfaatkan fasilitas. Dengan pemahaman yang komprehensif dan kepatuhan yang konsisten, Kawasan Berikat dapat terus berkontribusi secara optimal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ukirama ERP memudahkan ratusan perusahaan mengelola bisnis setiap hari

Jadwalkan Demo

Sindhu Partomo
Sindhu Partomo

Seorang penulis dengan fokus pada Branding dan Digital Marketing

You Might Also Like

Hubungi kami via whatsapp